17 November 2017

Pengetahuan Management,dan kerjaanya


Sebenarnya ini barang udah lama, tapi masih berasa baru terus. Gak heran kalo ada yang berpendapat bahwa Knowledge Management (KM) di Indonesia itu tarafnya baru awareness. Artinya KM masih jadi barang yang “nice to have”, belum menjadi sesuatu yang dianggap penting dan strategis. Beberapa perusahaan memasang kotak “KM” di struktur organisasinya tanpa terlalu jelas maksud dan tujuannya. Belum punya visi dan misi KM. Belum punya framework dan roadmap KM. Hal tersebut berujung pada program-program KM belum ada yang membumi dan dirasakan manfaatnya. Yang penting ada dulu. Perusahaan jaman now masak gak punya KM? Apalagi kalau ada title semisal: Knowledge Manager atau Knowledge Lead atau Knowledge Management Specialist. Kayaknya keren juga. Wajar gak sih kalau kemudian muncul pertanyaan terhadap keberadaan KM: KM ini ngapain aja sih kerjaannya? Ngabisin anggaran doang ya?
Terus, apa saja memangnya kerjaan KM? Oh, kalau mau diseriusin (bukan gegayaan) ada banyak mainan KM (dan strategis). Pokoknya fun ‘deh. Ini sekadar contohnya:

1.   Knowledge Sharing

Olrait. Inilah pekerjaan klasik dan paling identik dengan KM. Pokoknya di mana ada KM, mesti ada agenda K-Sharing di situ. Bentuknya macam-macam. Ada sharing hasil training, ada sharing ide kerjaan, ada sharing hobi, ada sharing direksi, ada bedah buku, dan sebagainya. Namanya juga macam-macam, ada Knowledge Café, Knowledge Forum, Knowledge Round Table, Knowledge Party, Knowledge apalah. Sesuai selera dan kebutuhan masing-masing. Ada yang seminggu sekali, ada juga yang sebulan sekali. Kalau KM-nya masih early adopter, biasanya K-Sharing diukur atau dievaluasi dari kuantitas event-nya dan kuantitas peserta. Kalau KM-nya sudah lama (let say sudah ulang tahun kedua), maka pengukurannya harus berubah pada kualitas. Topiknya juga dipilih yang sesuai dengan strategi bisnis perusahaan, agar KM aligned dengan bisnis. Karena memang itulah sejatinya KM: untuk memberi nilai tambah bagi bisnis perusahaan.

2.   Lesson Learned

Ini sebenarnya bisa termasuk kategori K-Sharing. Tapi ini lebih tajam dan menukik. Topiknya betul-betul spesifik bisnis. Misalnya perusahaan ada project A, dengan durasi waktu enam bulan. Setelah project berakhir, maka diadakan forum lesson learned dengan narsum semua key person di project tersebut. Topiknya membahas apa saja kesalahan yang diperbuat, apa saja dampaknya, bagaimana memitigasi risikonya, apa dampak mitigasi tersebut, dan apa yang perlu diperbaiki di project mendatang (mislanya dengan memperbaiki policy, SOP, dan instruksi kerja yang ada atau membuat yang baru). Selain itu juga membahas improvement apa yang telah diperbuat di project tersebut (dibanding project sebelumnya), apa dampaknya, dan apa rekomendasi untuk project berikutnya. Tidak harus project yang dibuatkan lesson learned-nya. Pekerjaan selain project juga bisa. Intinya hikmah apa yang bisa dipetik dari setiap pekerjaan/project. Dan bukan sekadar berhenti pada mengoleksi “hikmah”, tapi dituangkan dalam action plan berikutnya.

3.   Corporate Culture

Baiklah. Kita tidak bicara soal ini scopenya siapa. Dalam konteks tulisan ini, hendak disentuh bahwa KM itu sangat erat hubungannya dengan CC dan karenanya relevan dan sah jika KM mengelola CC. Hubungannya adalah bahwa CC itu perkara intangible, sedangkan KM itu mengelola hal-hal yang intangible. Dari sini sudah mulai match. CC berangkat dari pemikiran dan perilaku anggota organisasi dalam berinteraksi sesamanya untuk men-deliver value bagi perusahaan, ini ‘kan sounds familiar dengan socialization dalam konsep knowledge flow-nya Nonaka & Takeuchi, di mana antar pemilik knowledge (tacit) saling berinteraksi (bersosialisasi) bertukar knowledge. Jadi semakin match. CC itu sendiri bisa dipandang sebagai sebuah objek knowledge. Bisa di-share pengalaman masing-masing orang dalam memahami dan mengimplementasikan CC tersebut. KM memfasilitasi forum sharing atau tukar pikiran atau internalisasi CC tersebut. KM bisa mengembangkan semua cara dan tools dalam internalisasi CC (supaya kekinian). KM bisa pula yang mengevaluasi sejauh mana implementasi tersebut berhasil dan bermanfaat bagi bisnis. Jadi KM ngurusin CC itu sesuatu yang pas.

4.   CoP & Innovation

Nah, topik ini memang erat kaitannya dengan KM. Inovasi merupakan salah satu result penting dari KM. Bahkan jadi ukuran KM itu sendiri. KM yang bagus akan berdampak pada bergairahnya inovasi di perusahaan. Dari mana menyemai inovasi melalui KM? KM ‘tuh punya senjata pamungkas: Community of Practice (CoP). Komunitas praktisi ini adalah kumpulan para praktisi di internal perusahaan. Dibagi-bagi dalam cluster-cluster sesuai profesi masing-masing. Jadi ada CoP finance, CoP accounting, CoP engineering, CoP research, CoP marketing, CoP production, CoP human capital, dan sebagainya. Orang-orang seprofesi ngumpul, ngobrolin dua hal tentang kerjaan: masalah apa yang hendak diselesaikan dan atau inovasi/improvement/hal baru apa yang hendak diinisiasi. Clear. CoP hanya untuk itu diadakan. Dan KM lah yang mensponsori, mengawal, memantau, memfasilitasi, memotivasi, mempublikasikan, mencatat/menyimpan semua hasilnya, bahkan (supaya menarik) mengadakan event untuk memberi reward bagi hasil inovasi/improvement terbaik. KM harus menaruh perhatian besar pada CoP ini.
5.   Explicit Knowledge

Explicit knowledge ini gampangnya adalah documented knowledge. Knowledge yang sudah dituangkan dalam bentuk dokumentasi. Bentuknya bisa berupa hardcopy (misalnya buku cetak, majalah cetak, diktat cetak, makalah cetak, dll.) maupun softcopy (misalnya ebook, emagazine, e-paper, video, presentation, pdf, dsb.). KM harus mengupayakan hadirnya explicit-K tersebut sebagai referensi karyawan dalam bekerja. Jika knowledge tersebut masih berupa tacit (masih di benak manusia), maka KM perlu mengupayakan agar bisa di-explicit-kan. Tujuannya adalah agar menjadi kekayaan knowledge perusahaan dan agar knowledge tersebut bisa diwariskan dan diberdayakan oleh karyawan lainnya/generasi penerus. Jadi tidak perlu ada kekhawatiran brain drain. Konsekuensinya, KM harus dilengkapi dengan tools dan devices yang mumpuni.

6.   Learning Organization

Lagi-lagi ini bukan soal scope-nya siapa. Knowledge itu ada di manusia, sementara manusia mendapat/mengakuisisi knowledge hanya dari satu jalan: belajar (learning). Jadi memang ada hubungan dan relevansinya jika KM juga mengelola learning-nya. Tentunya learning yang sesuai kebutuhan organisasi. KM harus membentuk iklim learning di perusahaan. Agar perusahaan menjelma menjadi learning organization. Belajar dari luar maupun dari pengalaman sendiri. Dengan menjadi pembelajar, maka organisasi/perusahaan akan menjadi adaptif dan selalu siap menghadapi perubahan (termasuk disrupsi). Ketika berhenti belajar, maka bersiaplah menghadapi kemandegan. Ketika mandeg, perlahan akan tenggelam dan terlupakan. Jadi, untuk antisipasi dan persiapan masa depan, perusahaan mutlak harus menjadi learning organization. KM harus mengelola learning organization ini.

7.   Knowledge mapping


Apa saja kompetensi inti perusahaan anda? Belum ada? Coba minta KM merumuskannya. Bagaimana caranya? Lakukan dulu knowledge mapping. Identifikasi knowledge apa saja yang dibutuhkan oleh perusahaan agar running. Kemudian identifikasi siapa saja yang memiliki knowledge tersebut. Tentukan pula bagaimana cara memperoleh/melestarikan/menyimpan/meng-update knowledge tersebut. Setelah itu bisa dikerucutkan knowledge apa yang paling krusial dan esensial yang kalau tidak ada knowledge tersebut, perusahaan tidak bisa beroperasi. Berangkat dari situ, bisa dirumuskan apa kompetensi inti perusahaan. Kenapa penting? Kompetensi inti merupakan uniqueness perusahaan. Uniqueness merupakan strength point perusahaan. Dan strength point itu merupakan diferensiasi perusahaan kita dengan yang lainnya. Ini menjadi senjata andalan dalam berbisnis. Jadi, KM itu terlihat nyata penting dan strategisnya.
8.   SME Management

SME kependekan dari Subjet-Matter Expert. Tenaga ahli. Di dalam perusahaan mesti ada dong orang-orang yang ahli di bidang tertentu. Mereka jadi andalan perusahaan. Ada yang ahli marketing, ahli branding, ahli negosiasi, ahli kontrak dan hukum, ahli listrik, ahli mesin/mekanik, ahli public speaking, ahli programming, ahli desain, dan seterusnya. Keahlian mereka sangat diperlukan dalam bisnis. Keahlian mereka merupakan kombinasi teori dan pengalaman praktek di lapangan. Mereka sudah melalui jatuh bangun, susah senang, dan….pernah melakukan kesalahan di masa lalu (mungkin lebih dari sekali). Semua itu menambah knowledge-nya dan membentuk wisdomnya. Mereka bisa bercerita banyak tentang keahliannya. Dan yang terpenting: mereka aset berharga. Mereka harus dikelola secara khusus. Harus ada treatment spesial untuk mereka. Fasilitasi mereka untuk merawat dan menambah knowledge-nya. Ciptakan channel untuk mereka berbagi knowledge dan wisdomnya ke karyawan lainnya karena hal tersebut harus dijadikan aset perusahaan dan diwariskan ke generasi berikutnya. Harus ada kaderisasi SME.

9.   Customer Knowledge

Perusahaan tidak punya uang. Yang punya uang itu customer. Maka perusahaan harus berbaik-baik dan menservice customer se-excellence mungkin agar mereka mau memberi uangnya untuk perusahaan. Bagaimana supaya produk/service perusahaan bisa sesuai dengan kebutuhan customer? Tentunya harus digali secara mendalam apa yang dibutuhkan oleh customer. Bahkan tidak hanya sekadar digali apa kebutuhannya, tapi serap juga knowledge yang dimiliki oleh customer. Karena knowledge mereka juga sangat berharga terutama dalam kaitannya untuk memperbaiki kualitas produk/service perusahaan. Perlu secara rutin diadakan survey kepuasan dan ketidakpuasan customer. Dimintakan saran perbaikan dari mereka. Hasil survey ini perlu diekstrak knowledge-nya, disimpan, dan dikelola agar menjadi aset knowledge perusahaan.

10. CoI


CoI kependekan dari Community of interest. Komunitas orang-orang tang memiliki minat yang sama. Simple-nya ini seperti kumpulan para hobbyist. Ini kerjaan KM yang cukup mengasyikkan. Karena semi non formal. KM menjadi hub bagi semua komunitas hobbyist di perusahaan. Contoh CoI: komunitas kerohanian, komunitas olahraga, komunitas penggemar film, komunitas pembaca buku, komunitas bahasa, komunitas seni (musik, sastra, tari, fotografi), dan sebagainya. Tujuan dari komunitas tersebut adalah membentuk suatu hubungan yang cair antar sesama karyawan di perusahaan. Ini penting bukan saja sebagai work-life balance, tapi juga sebagai fondasi bagi kemudahan bersosialisasi dalam rangka bertukar/berbagi knowledge terkait pekerjaan.

Cuma sepuluhdoang? Wow… itu saja sudah membutuhkan waktu dan tenaga yang sangat besar. List-nya (bahkan sub-list-nya) bisa ditambah sendiri. KM akan sangat sibuk sekali. Tergantung kebutuhan perusahaan (yang tergantung pula pada skala bisnis perusahaan). Wallahu a’lam bisshowab.


Silahkan di share semua posting lowongankerjaterbaru dan info kerja terupdate setiap hari.lowongan kerja Indonesia/ loker dan Artikel langsung dari para HR berpengalaman

0 comments

Post a Comment